Materi AKL [Laba atas Transaksi antar perusahaan afiliasi- Persediaan barang dagang, Aset tetap] DISERTAI CONTOH KASUS

    
Materi AKL [Laba atas Transaksi antar perusahaan afiliasi- Persediaan barang dagang, Aset tetap] DISERTAI CONTOH KASUS


    Materi Laba atas transaksi antar perusahaan merupakan salah satu bagian dari materi yang terdapat dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan Lanjutan. Dalam artikel ini, akan dibahas laba atas transaksi antar perusaahaan afiliasi (perusahaan induk dan perusahaan anak) untuk transaksi persediaan barang dagang downstream dan upstream, transaksi aset tetap downstream dan upstream dan disertai contoh soal untuk masing-masing transaksi tersebut. Laba atas transaksi antar perusahaan akan menimbulkan jurnal eliminasi yang harus dibuat oleh perusahaan. Berikut penjelasan lebih detailnya, Selamat Membaca.

1. Laba Antar Perusahaan

   Laporan konsolidasi memandang seluruh entitas dalam hubungan induk-anak sebagai satu,sehingga setiap transaksi antarperusahaan harus dieliminasi. Jual-beli antarperusahaan merupakan salah satu transaksi yang harus dieliminasi dalam kertas kerja konsolidasi. Dari sudut pandang konsolidasi, jual-beli antarperusahaan dipandang sebagai transfer atau pindah tangan saja. Pada kenyataannya, secara hukum entitas induk dan anak adalah dua entitas yang berbeda. PSAK 7 tahun 2010 mengenai pengungkapan pihak-pihak berelasi, mensyaratkan transaksi pihak-pihak berelasi yang meliputi entitas induk dan anak dilakukan menurut ketentuan yang setara dengan yang berlaku dengan transaksi yang wajar. 
    Dengan kata lain, prinsip”arms length transaction” juga harus diterapkan dalam transaksi antara entitas  induk dan anak. Dengan prisip ini apabila entitas induk menjual barang dagang kepada entitas anak atau sebaliknya, harga jual antar entitas induk dan anak harus sama dengan harga kepada pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa atau pihak eksternal. Keuntungan penjualan induk-anak harus sama dengan keuntungan penjualan kepada pihak eksternal. Akan tetepi, untuk kepentingan penyusunan laporan konsolidasi yang menganggap entitas induk dan anak satu, laba tersebut dianggap laba atas diri sendiri sehingga harus dieliminasi.
Transfer aset mengharuskan pihak yang menerima mencatat aset itu sebesar nilai buku yang dicatat pihak yang anggota. Hal ini berbeda dengan transaksi jual-beli di mana pihak pembeli akan membukukan aset yang diperoleh sebesar harga perolehannya, yang bagi penjualan harga tersebut merupakan harga pokok ditambah keuntungan penjualan. Laporan konsolidasi, yang memandang transaksi jual-beli sebagai transfer atau pindah tangan aset, mengharuskan laba pihak penjual yang melekat dalam aset yang terdapat dalam neraca pembelian harus dieliminasi agar transaksi  jual-beli antarperusahaan tersaji sebagai transfer aset. Laba yang berasal dari jual-beli antarperusahaan yang melekat dalam aset pembeli selanjutnya  disebut laba  antarperusahaan ini tidak diakui karena sudut pandang konsolidasi yang dianggap induk-anak sebagai satu memandang laba antraperusahaan sebagai laba dari diri sendiri.
Laba antarperusahaan ada sepanjang entitas induk atau anak memiliki aset yang barasal dari transaksi jual-beli antarperusahaan . Misalkan pada tanggal 1/7/2011 entitas induk menjual aset kepada entitas anak dengan harga Rp10 juta di mana harga pokoknya bagi penjual adalah  Rp6 juta. Entitas anak akan mencatat nilai aset yang diperoleh sebesar harga perolehannya, yakni Rp10 juta.
1. Apabila dalam tahun berjalan (sebelum tanggal laporan konsolidasi) entitas anak menjual aset tersebut seluruhnya kepada pihak eksternal, tidak ada laba antarperusahaan karena aset sudah dimiliki pihak eksternal  laba pihak penjual sebesar Rp4 juta telah terealisasi dari pihak eksternal.
2. Apabila pihak pembeli masih memiliki aset antarperusahaan tersebut pada tanggal laporan konsolidasi (tanggal 31 Desember), maka laba pihak penjual sebesar Rp4 juta merupakan laba antra perusahaaan, karena pembeli dan penjual dalam hubungan induk-anak dianggap satu dari sudut pandang konsolidasi. Aset entitas anak yang berasal dari entitas induk atau sebaliknya dianggap sebagai pindah tempat saja, bukan dari pembelian. Laba pihak penjual tidak diakui dari sudut pandang konsolidasi. Apabila pada tahun berikutnya (tahun 2012) pihak pembeli menjual aset antarperusahaan tersebut kepada pihak eksternal, maka laba pihak penjual sebesar Rp4 juta tersebut tidak lagi dianggap laba antarperusahaan karena telah terealisasi dengan pihak eksternal.
    Transaksi jual-beli aset antarperusahaan dipandang sebagai transaksi dengan diri sendiri dari sudut pandang konsolidasi karena entitas induk dan anak adalah satu. Konsolidasi hanya akan menganggap sebagai transaksi riil apabila penjualan tersebut dilakukan kepada pihak eksternal atau pihak-pihak di luar hubungan induk-anak.
    Laba antarperusahaan atas aset biasanya tertanam dalam bentuk persediaan dan aset tetap seperti tanah, bangunan, peralatan, dan lainnya. Persedian merupakan aset yang dibeli untuk dijual kembali. Bila pada akhir tahun terdapat persediaan yang merupakan aset antarperusahaan, maka dalam persediaan tersebut terdapat laba antarperusahaan yang harus dikoreksi. Persediaan merupakan aset lancar yang dalam satu tahun sudah terjual pada kondisi normal, sehingga laba antarperusahaan atas persediaan akhir akan terealisasi dalam tahun berikutnya. Penjualan tahun berjalan pertama kali bersumber dari persediaan awal, baru kemudian dari pembelian atau produksi selama tahun berjalan.   
    Karena itu, laba antarperusahaan atas persediaan akhir direalisasi atas persediaan awal tahun berikutnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa:
1. Bila terdapat persediaan akhir antarperusahaan, diperlukan koreksi untuk menunda laba antarperusahaan karena laba tersebut tidak diakui.
2. Bila terdapat persediaan awal, laba antarperusahaan harus direalisasi karena dalam tahun bejalan persediaan tersebut telah terjual sehingga perlu dilakukan koreksi. Dalam periode sebelumnya laba tersebut telah ditunda atau ditangguhkan (persediaan akhir).
    Berbeda dengan persediaan, aset tetap pada dasarnya dibeli untuk digunakan dalam operasi normal dan tidak dijual kembali walaupun dalam prakteknya entitas  kerap menjual aset tetapnya. Menurut masa pemakaiannya, aset tetap dibagi dua yakni aset tetap yang memiliki masa pakai tidak terbatas (tidak memiliki umur ekonomis) dan aset yang memiliki masa pakai terbatas (aset yang memiliki umur ekonomis).
    Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur tidak terbatas hanya akan terealisasi apabila aset tetap tersebut telah berpinda tangan ke pihak ke-3 yang biasanya terjadi melalui proses penjualan. Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur terbatas dapat terealisasi dengan dua cara:
1. Pindah tangan ke pihak eksternal (biasanya melalui proses penjualan).
2. Masa pemakaian atau umur ekonomis aset tetap tersebut telah habis.
    Laba antarperusahaan  akan terealisasi selama terdapat aset entitas induk atau anak yang berasal dari transaksi antarperusahaan apabila aset tersebut sudah tidak lagi dimiliki pihak pembeli, laba antarperusahaan sudah terealisasi. Aset tetap yang sudah habis masa pakainya secara akuntansi sudah bernilai nol sekalipun secara fisik aset tersebut masih ada. Apabila nilai buku aset tersebut telah nol, itu berarti  aset tersebut sudah tidak terdapat lagi dalam hubungan induk-anak melalui proses alamiah (penyusutan), sehingga laba antarperusahaan juga sudah terealisasi secara alamiah. Karena proses aset tetap menjadi nol bertahap seiring dengan umur aset tetap tersebut, laba antarperusahaan juga terealisasi secara bertahap berdasarkan umurnya.

2. Laba Antar Perusahaan dan Pendapatan Investasi

    Laba antarperusahaan tidak diakui untuk kepentingan penyusunan laporan konsolidasi, sehingga harus dieliminasi. Pendapatan investasi menurut metode ekuitas berasal dari laba entitas anak. Kesalahan dalam perhitungan laba entitas anak akan menyebabkan entitas induk melakukan kesalahan dalam pencatatan pendapatan investasi yang melakukan koreksi. Adanya laba antarperusahaan menyebabkan entitas induk harus melakukan koreksi atas pendapatan investasinya. Laba antarperusahaan menyebabkan laba tercatat berlebih sehingga pendapatan investasi juga dicatat terlalu besar dan harus dikoreksi sebagai berikut:
Pendapatan Investasi xxx
Investasi dalam saham xxx
Koreksi pendapatan investasi secara otomatis akan mengurangi nilai investasi dalam saham karena menurut metode ekuitas, perubahan nilai investasi dipengaruhi oleh pendapatan investasi selain fakta-fakta lainnya seperti deviden.
Apabila pada tahun berikutnya laba antarperusahaan terealisasi karena pihak pembeli dalam hubungan induk-anak telah menjual aset tersebut kepada pihak eksternal, maka laba yang telah ditunda  pada tahun lalu direalisasi. Entitas induk harus mengembalikan nilai investasi yang telah dikurangi pada tahun lalu dengan jurnal penyesuaian (adjustment) sebagai berikut:
Investasi dalam saham biasa xxx
Pendapatan Investasi xxx
    Jurnal penyesuaian (adjustment) ini adalah kebalikan dari jurnal yang dicatat pada tahun lalu. Jurnal ini dibuat untuk merealisasi laba antarperusahaan yang telah ditunda sebelumnya. Dampak laba antarperusahaan terhadap investasi dan nilai investasi secara detail dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendapatan investasi dan nilai investasi dalam saham berkurang 
  • Bila terdapatpersedian akhir yang berasal dari transaksi antarperusahaan.
  • Keuntungan penjualan aset tetap antarperusahaan tahunberjalan baik yang memiliki umur ekonomis maupun tidak memiliki umur ekonomis.
b. Pendapatan investasi dan nilai investasi bertambah
  • Bila terdapat persediaan awal antarperusahaan (penjualan tahun berjalan berasal  dari persediaan awal).
  • Pada saat penjualan aset antarperusahaan yang tidak memiliki umur ekonomis kepada pihak eksternal.
  • Jika laba antarperusahaan diamortisasi untuk aset tetap antarperusahaan yang memiliki umur ekonomis.
    Perhitungan pendapatan investasi akan lebih kompleks bila terdapat laba antarperusahaan, yang disajikan sebagai berikut:

 Laba yang diumumkan entitas anak xxx
Amortisasi selisih investasi dengan nilai buku xxx
- Undervalue xxx
- Overvalue xxx
- Intangible asset xxx
  Laba-rugi antarperusahaan         xxx
  Amortisasi laba-rugi antarperusahaan         xxx
  Pendapatan investasi         xxx

3. Konsep Laba Antar Perusahaan-Penjualan Downstream dan Upstream

    Koreksi atas pendapatan investasi harus dilakukan karena laba antarperusahaan jumlahnya sama dengan dampak laba antarperusahaan terhadap pendapatan investasi. Dampak laba antarperussahaan atas pendapatan investasi berbeda antar penjualan downstream dan penjualan upstream.
Laba antarperusahaan atas penjualan downstream menyebabkan entitas induk memiliki laba atas antarperusahaan milik anak. Misalkan PT Indira (induk) memiliki 90% saham biasa PT Andika (anak). Pada tahun 2012, PT Andika mengumumkan laba sebesar Rp200 juta, dan terjadi penjualan antarperusahaan-downstream yang menghasilkan laba antarperusahaan atas aset sebesar Rp40 juta. Hingga tanggal laporan konsolidasi, aset tersebut masih dimiliki pihak pembeli (PT Andika).
Laba entitas induk sebesar Rp40 juta dalam penjualan downstream ini memerlukan koreksi karena aset antarperusahaan masih berada di perusahaan anak pada tanggal laporan konsolidasi. Laba antarperusahaan ini seluruhnya dikoreksi dengan mengurangkannya dari pendapatan investasi karena laba tersebut berasal dari entitas induk. Jadi, koreksi pendapatan investasi dalam penjualan downstream merupakan laba antarperusahaan. Jurnal penyesuaian (adjustment) entitas induk atas laba antarperusahaan ini adalah sebagai berikut:
Pendapatan Investasi Rp 40.000.000
Investasi dalam saham PT Andika Rp 40.000.000
   
 Laba antarperusahaan upstream berarti laba tersebut adalah entitas anak atas aset entitas induk. Laba antarperusahaan dari penjualan  upstream akan mempengaruhi pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak, sehingga pendapatan investasi harus dikoreksi sebesar:

Laba anatrperusahaan x persentase kepemilikan entitas induk
    Dalam kasus tersebut, bila laba antarperusahaan berasal dari penjualan upstream, pendapatan investasi dikoreksi sebesar Rp36 juta (90% x Rp.40 juta). Laba entitas anak (sebagai pihak penjual) memengaruhi pendapatan investasi 90%, sehingga koreksi laba antarperusahaan yang berasal dari entitas anak akan mengharuskan entitas induk mengoreksi pendapatan investasi 90% dari laba antarperusahaan tersebut dengan jurnal sebagai berikut :
Pendapatan Investasi                 Rp 36.000.000
Investasi dalam saham PT Andika         Rp 36.000.000

4. Laba atas Transaksi Antar Perusahaan-Persediaan Barang Dagang dan Aset Tetap

    Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi setiap transaksi antarperuahaan dan dampaknya sehingga laporan konsolidasi menggambarkan kesatuan entitas induk dan anak. Transaksi aset antarperusahaan menyebabkan keterkaitan akun-akun laporan keuangan entitas induk dan anak dalam kertas kerja konsolidasi. Ketekaitan akun-akun antarperusahaan itu didasarkan pada jenis aset. Penjualan barang dagang bagi pihak penjual menimbulkan akun “penjualan”, sedangkan bagi pihak pembeli menimbulkan akun”pembelian” jika perusahaan menggunakan metode periodik, dan akun “persediaan” jika perusahaan mengunakan metode perpetual. Penjualan aset tetap tidak dicatat sebagai penjualan melainkan pengkreditan akun “aset tetap”, sedangkan pembelian aset tetap dicatat dengan menimbulkan akun “aset tetap” sebagai pihak pembeli. Karena perbedaan pencatatan transaksi jual-beli barang dagang dan aset tetap, pengeliminasian akun antarperusahaan juga berbeda bagi transaksi jual-beli antarperusahaan atas kedua aset tersebut.

a) Persediaan Barang Dagang (Penjualan Downstream dan Upstream)

Jual-beli barang dagang menimbulkan akun “penjualan” bagi pihak penjual. Sementara itu, penjualan kredit akan memunculkan piutang usaha yang dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Piutang Usaha xxx
Penjualan xxx
Apabila perusahaan menggunakan metode perpetual, maka arus keluar persediaan dicatat sebagai berikut:
HPP xxx
Persediaan xxx
Sedangkan dari sisi pembeli, jual-beli barang dagang memunculkan akun  pembelian yang dicatat dengan metode periodik sebagai berikut:
Pembelian xxx
Utang Usaha xxx
Apabila perusahaan menggunakan metode perpetual, pencatatannya adalah sebagai berikut:
Persediaan xxx
Utang Usaha xxx
Transaksi jual-beli antarperusahaan menyebabkan keterkaitan akun-akun perusahaan dalam hubungan induk-anak:
  • Akun “penjualan” dan akun “pembelian (jika diterapkan metode periodik)” atau “HPP (jika diterapkan metode perpetual)”
  • Akun “utang usaha” dan akun “piutang” atas penjualan-pembelian yang belum dilunasi.
  • Laba antarperusahaan dan persediaan. Laba antarperusahaan atas persediaan pada akhir tahun dieliminasi dengan mengurangi nilai persediaan pada harga pokoknya. Laba penjualan akan mengecil jika HPP bertambah, sehingga laba penjualan dieliminasi dengan mendebet HPP.
Jurnal eliminasinya adalah sebagai berikut:
HPP xxx
Persediaan xxx

    Persediaan akhir akan menjadi persediaan awal pada tahun berikutnya dan dijual  dalam tahun berjalan. Pada saat persediaan awal dijual, laba antarperusahaan yang telah ditunda pada tahun sebelumnya akan direalisasi.pada tahun lalu, pendapatan investasi telah berkurang besar dampaknya laba antarperusahaan atas persediaan akhir terhadap pendapatan investasi (jika laba antarperusahaan merupakan penjualan downstream, pendapatan dikoreksi 100% sedangkan bila yang terjadi penjualan upstream, laba antarperusahaan berdampak terhadap pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan entitas induk atas sahamberhak suara entitas anak). 
    Pendapatan investasi tahun lalu telah di closing pada nilai investasi. Karena itu, nilai investasi akan tercatat lebih kecil sebesar dampak laba antarperuahaan sehingga tidak mencerminkan kekayaan perusahaan anak yang dimiliki. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi, akun “investasi dalam saham” harus didebet sebesar laba antarperusahaan atas persediaan awal karena persediaan awal merupakan persediaan akhir tahun sebelumnya, yang telah menyebabkan nilai investasi tercatat terlalu kecil. 

Apabila persediaan awal dihasilkan dari penjualan downstream, dibuat ayat jurnal sebagai berikut:
Investasi dalam saham xxx
HPP xxx

Sedangkan untuk penjualan upstream, ayat jurnalnya adalah sebagai berikut:
Investasi dalam saham biasa xxx
Kepentingan nonpengendali xxx
HPP xxx

Contoh:
Entitas induk menguasai 80% saham entitas anak. Pada tahun 2011, terjadi jual-beli barang dagang antarperusahaan sebesar Rp10 juta di mana pihak penjual menerapkan tingkat gross profit 40%  atas penjualan. Persediaan dicatat dengan metode perpetual. Pada akhir tahun, pihak pembeli masih memiliki 25% barang dagang tersebut. Hingga akhir tahun, jual-beli barang dagang itu baru di bayar Rp7 juta. Pada tahun 2012, terjadi jual-beli antarperusahaan sebesar Rp15 juta tunai dengan tingkat gross profit yang sama dengan tahun 2011, pada akhit tahun 2012, pihak pembeli masih memiliki persediaan akhir senilai Rp.5000000.

Selama tahun 2011, pihak penjual akan menjurnal penjualan barang dagang sebagai berikut:
Kas Rp 7.000.000
Piutang Usaha RP 3.000.000
Penjualan                 Rp 10.000.000
Perusahaan menerapkan metode perpetual, sehingga terdapat jurnal untuk mencatat pengurangan persediaan barang dagang sebagai berikut:
HPP Rp 6.000.000
Persediaan                 Rp 6.000.000
    
Pihak pembeli akan mencatat pembelian barang dagang sebagai berikut:
Persediaan Rp 10.000.000
Utang Usaha                 Rp 3.000.000
Kas                         Rp 7.000.000

Dalam pembuatan kertas kerja konsolidasi tahun 2011, akun “penjualan” dan akun “HPP”, serta akun “piutang usaha” dan akun “utang usaha” adalah akun-akun antarperusahaan yang harus dieliminasi sebagai berikut:

1) Penjualan Rp 10.000.000
               HPP                 Rp 10.000.000

2) Utang Usaha Rp   3.000.000
               Piutang Usaha                 Rp   3.000.000
    
Karena pihak pembeli masih memiliki 25% dari barang dagang yang dibeli (Rp2.500.000), maka terdapat laba antarperusahaan sebesar 40% x 2.500.000 = Rp 1.000.000. Laba antarperusahaan ini harus dieliminasi dalam kertas kerja dengan jurnal sebagai berikut:
HPP Rp 1.000.000
Persediaan Rp 1.000.000

Pada tahun 2012, persediaan akhir menjadi persediaan awal pihak pembeli sehingga penyusunan kertas kerja konsolidasi tahun 2012 mengeliminasi akun-akun antarperusahaan sebagai berikut:
1) Jual-beli antarperusahaan 
    Penjualan         Rp 15.000.000
    HPP                     Rp 15.000.000
Jual-beli antarperuahaan dilakukan per kas sehingga tidak terdapat utang-piutang antarperusahaan.

2) Realisasi laba antarperusahaan dalam persediaan awal
    Laba antarperusahaan dalam persediaan akhir tahun 2011 telah mengurangi nilai investasi entitas induk pada akhir tahun 2011. Pada pembukuan  tahun 2012, persediaan tersebut menjadi persediaan awal sehingga laba antarperusahaan yang telah ditunda tahun lalu harus direalisasi pada tahun 2012. Realisasi laba antarperusahaan berbeda antara penjualan downstream dan upstream.

Penjualan downstream
Investasi dalam saham biasa Rp 1.000.000
Pendapatan investasi         Rp 1.000.000

Penjualan upstream
Misalkan perusahaan anak diakuasai 80%
Investasi dalam saham biasa    (80% x 1 juta)      Rp 800.000
Kepentingan nonpengendalian (20% x 1 juta)      Rp 200.000
HPP                             Rp 1.000.000
3) Laba antarperusahaan dalam persediaan akhir
    Persediaan akhir milik pihak pembeli sebesar Rp5 juta mengandung laba pihak penjual sebesar 40% x Rp 5.000.000 = Rp2.000.000, sehingga laba antarperusahaan ini harus dieliminasi dengan jurnal sebagai berikut:
    HPP Rp 2.000.000
    Persediaan         Rp 2.000.000

b) Aset Tetap

    Pihak yang melakukan penjualan aset akan mengkredit “aset” dan “keuntungan” serta mendebet “kas” atau “piutang” dan “rugi penjualan” pada saat transaksi penjualan terjadi. Pihak pembeli akan mendebet “aset” dalam pembukuannya dan mengkredit “kas” atau “utang”.
Transaksi jual-beli aset antarperusahaan menyebabkan aset tetap hasil penjualan menjadi akun hubungan induk-anak. Kentungan penjualan aset tetap dieliminasi dari laporan laba-rugi pihak penjual dengan mengurangi nilai aset tetap pada harga pokoknya.

1) Aset Tetap yang tidak Disusutkan
Contoh:
    Terjadi penjualan downstream tanah antara PT Indah dengan PT Andi, yaitu perusahaan anak yang dikuasai 80%, pada tanggal 1 Maret 2012 dengan harga penjualan Rp 500 juta di mana harga pokoknya bagi PT Andi adalah Rp 400 juta. Pencatatan PT Indah pada tanggal 1Maret 2012 adalah sebagai berikut:
Kas Rp 500.000.000
Tanah    Rp 400.000.000
Keuntungan    Rp 100.000.000

PT Andi akan melakukan pencatatan pada tanggal 1 Maret 2012 sebagai berikut:
Tanah Rp 500.000.000
Kas         Rp 500.000.000

    Laporan keuangan individu PT Andi yang berakhir 31 Desember 2012 mencatat tanah senilai Rp500 juta, sedangkan dalam laporan keuangan PT Indah terdapat keuntungan sebesar Rp100 juta. Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi keuntungan sebesar Rp100 juta tersebut dengan mengurangi nilai tanah menjadi sebesar harga pokoknya bagi pihak penjual, yaitu dengan jurnal eliminasi sebagai berikut:
Keuntungan Rp 100.000.000
Tanah Rp 100.000.000

Salah satu perbedaan antara aset tetap dan persediaan adalah bahwa persediaan dibeli untuk dijual kembali, sedangkan aset tetap dimasudkan untuk dipakai dalam operasi normal perusahaan. Aset tetap yang dibeli akan tetap ada dalam neraca pihak pembeli hingga aset tersebut habis masa manfaatnya atau dijual atau disumbangkan. 
    Tanah senilai Rp500 juta tersebut pada tahun-tahun setelah transaksi jual-beli akan tetap menjadi akun hubungan induk-anak selama masih berada dalam perusahaan induk, sehingga keuntungan sebesar Rp100 juta tetap harus dieliminasi dengan mengurangikan nilai aset tetap itu.
Kertas kerja konsolidasi tahun 2013 harus mengeliminasi tanah senilai Rp100 juta untuk mengembalikannya ke harga pokoknya. Akun “keuntungan penjualan tanah” sebesar Rp100 juta untuk tahun 2012 telah di closing ke akun riil, yakni kekayaan pemegang saham atau ekuitas berdasarkan siklus akuntansi. 
    Pendapatan investasi PT Indah tahun 2012 telah dikurangi dengan laba antarperusahaan dari penjualan tanah sebesar Rp100 juta. Pengurangan pendapatan investasi ini menyebabkan saldo investasi yang dicatat PT Indah lebih kecil Rp100 juta dibanding kekayaan entitas anak yang dimiliki, sehingga kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013 harus mendebet akun “investasi dalam saham” induk untuk mengeliminasi tanah PT Andi.  Jurnal eliminasinya adalah sebagai berikut:
Investasi dalam saham Rp 100.000.000
Tanah Rp 100.000.000
    Jurnal eliminasi ini harus tetap dilakukan dalam kertas kerja laporan konsolidasi tahun-tahun berikutnya selama tanah tersebut masih berada pada PT Andi atau belum berpindah tangan.
Jika dalam kasus ini yang terjadi adalah penjualan upstream, laporan keuangan entitas induk akan menyajikan aset senilai Rp500 juta dan laporan laba-rugi entitas anak menyajikan keuangan penjualan tanah sebesar Rp100 juta. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi tahun 2012, dilakukan eliminsi atas keuntungan antarperusahaan tersebut dengan jurnal sebagai berikut:
Keuntungan penjualan tanah    Rp 100.000.000
Tanah         Rp 100.000.000

Laba antarperusahaan atas penjualan upstream ini berasal dari entitas anak karena merupakan pihak penjual. Koreksi laba entitas anak akibat laba antarperusahaan mengharuskan entitas induk menyesuaikan dengan pendapatan investasi, yakni sebesar dampak laba antarperusahaanitu terhadap pendapatan investasi. Dampak laba entitas anak terhadap pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak.
Koreksi laba entitas anak sebesar Rp100 juta atas penjualan upstream tahun 2012 menghapuskan entitas induk mengoreksi pendapatan investasinya sebesar Rp80 juta (Rp100 juta x 80%) kepemilikan PT Indah atas PT Andi. Pengurangan pendapatan sebesar Rp80 juta ini menyebabkan nilai investasi PT Indah atas saham PT Andi berselisi dengan 80% kekayaan PT Andi yang dimiliki, karena laporan keuangan individu PT Andi mengakui keuntungan tersebut dan meng-closing-nya ke laba ditanah per 31 Desember 2012. 
    Dalam penyusunan laporan konsolidasi per 31 Desember 2013, kertas kerja konsolidasi harus mengoreksi dampak laba antarperusahaan terhadap nilai investasi PT Indah sebesar Rp80 juta dan Rp20 juta sebagai saldo kepentingan Nonpengendali dengan jurnal sebagai berikut:
Investasi dalam saham PT andi Rp 80.000.000
Kepentingan nonpengendali         Rp 20.000.000
Tanah               Rp 100.000.000

    Pada tahun-tahun berikut, jurnal eliminasi ini tetap dibuat dalam kertas kerja konsolidasi selama entitas induk masih memiliki tanah yang berasal dari entitas anak tersebut.

2) Aset Tetap yang Disusutkan (Aset Tetap yang Memiliki umur Ekonomis)
    Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi aset tetap antarperusahaan mempengaruhi penyusunan laporan konsolidasi tahun-tahun setelah kepemilikan, sepanjang aset tetap tersebut masih terdapat di neraca pihak pembeli. Kertas kerja konsolidasi harus tetap mengeliminasi laba antarperusahaan sampai aset tersebut tidak terdapat lagi pada neraca pihak pembeli. 
    Dalam kasus sebelumnya, jika pihak pembeli menjual tanah itu kepada perusahaan di luar hubungan induk-anak, laba antarperusahaan telah terealisasi. Sepanjang terhadap aset tetap entitas induk yang berasal dari entitas anak atau sebaliknya, selama itu pula laba antarperusahaan  harus dieliminasi dalam kertas kerja konsolidasi.
Aset yang memiliki umur ekonomis akan mengalami penyusutan, sehingga dalam jangka waktu tertentu nilai bukunya akan menjadi nol atau terhapus dari neraca sekalipun aset tersebut tidak dijual. Jadi, transaksi aset antarperusahaan yang memiliki umur ekonomis hanya akan memengaruhi kertas kerja konsolidasi maksimum selama umur ekonomis aset tersebut, jika tidak dijual kepada pihak eksternal sebelum umur ekonomisnya habis.

Contoh:
    Pada tanggal 1 Juli 2013 terjadi teransaksi penjualan downstream atas peralatan seharga Rp600 juta antara PT Impal dan PT Abia, yaitu perusahaan anak yang sahamnya dikuasai 90% oleh PT Impal, di mana harga pokoknya bagi pihak penjual adalah Rp450 juta. Aset tetap tersebut masih memiliki umur ekonomis 6 tahun, dan disusutkan dengan metode garis lurus. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013, eliminasi dilakukan sebagai berikut:
Keuntungan Rp 150.000.000
Peralatan           Rp 150.000.000

    Keuntungan penjualan sebesar Rp150 juta yang melekat dalam peralatan dalam neraca pihak pembeli menyebabkan penyusutan per tahun tercatat terlalu besar  Rp150 juta/6 tahun = Rp25 juta atas transaksi aset antarperusahaan tersebut. Karena konsolidasi memandang transaksi aset antarperusahaan sebagai transfer aset, maka harus dilakukan koreksi penyusutan sebesar Rp25 juta per tahun. 
    Jadi, kertas kerja konsolidasi harus mengurangi akumulasi penyusutan Rp25 juta per tahun. Untuk tahun 2013, koreksi akumulasi penyusutan adalah Rp12,5 juta untuk setengah tahun karena transaksi jual-beli dilakukan pada pertengahan tahun dengan jurnal:
Akumulasi penyusutan Rp 12.500.000
Beban penyusutan         Rp 12.500.000

    Dalam penyusunan kertas kerja  per 31 Desember 2014, beban penyusutan harus dikoreksi satu tahun penuh sebesar Rp25 juta dengan jurnal:
Akumulasi penyusutan Rp 25.000.000
Beban penyusutan         Rp 25.000.000

    Selain koreksi beban penyusutan, kertas kerja tahun 2014 juga harus mengkoreksi laba antarperusahaan yang terdapat dalam peralatan. Laba antarperusahaan telah teramortisasi sebesar Rp12,5 juta pada tahun lalu, sehingga laba antarperusahaan kini bersaldo Rp137,5 juta. Laba antarperusahaan yang ditunda ini menyebabkan catatan investasi entitas induk laba kecil, sehingga harus dikoreksi pada nilai peralatan dengan jurnal: 
Investasi dalam saham Rp. 137.500.000
Akumulasi penyusutan Rp.   12.500.000
Peralatan          Rp. 150.000.00
 
    Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan akan terus diamortisasi hingga menjadi nol ketika umur ekonomisnya habis. Jurnal eliminasi pada kertas kerja per 31 Desember 2016 adalah :
Akumulasi Penyusutan Rp.25.000.000
Beban Penyusutan           Rp.25.000.00
Investasi dalam saham Rp.87.500.000
Akumulasi penyusutan Rp.62.500.000
Peralatan                   Rp.150.000.000

Apabila transaksi aset tetap antara PT Impal dan PT Abia merupakan penjualan upstream dalam kertas kerja tahun 2013  atau tahun transaksi, keuntungan antarperusahaan dieliminasi sebagai penangguhan dengan jurnal sebagai berikut :
Keuntungan penjualan peralatan Rp.150.000.000
Peralatan                               Rp.150.000.000

Beban penyusutan juga dikoreksi untuk setengah tahun, yang dijurnal sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan Rp.12.500.000
Beban penyusutan         Rp.12.500.000

    Laba antarperusahaan atas penjualan peralatan terelisasi selama periode 6 tahun. Pada tahun 2013, laba antarperusahaan telah terealisasi ½ tahun atau Rp.12,5 juta sehingga laba antarperusahaan menjadi Rp.137,5 juta (Rp150 juta – Rp.12,5 juta). 
    Koreksi laba antarperusahaan atas penjualan upstream ini memengaruhi pendapatan investasi entitas induk sebesar 90%-nya atau Rp.123.750.000, sehingga pendapatan investasi harus dikurangi sebesar jumlah tersebut. Koreksi pendapatan investasi akan menurunkan nilai investasi pada akhir tahun 2013, yang membuat nilai investasi dalam catatan entitas induk lebih kecil Rp 123.750.000 dari 90% kekayaan entitas anak yang dimiliki. 
    Pada kertas kerja konsolidasi tahun 2014, laba antarperusahaan atas peralatan dieliminasi dengan mendebet investasi dalam saham. Jurnal elim adalah :
Akumulasi penyusutan            Rp.  12.500.000
Investasi dalam saham            Rp.123.750.000
Kepentingan nonpengendali             Rp.   13.750.000
        Peralatan                     Rp. 150.000.000

Selain itu, koreksi atas beban penyusutan tahun berjalan juga harus dilakukan dengan jurnal sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan Rp. 25.000.000
        Beban penyusutan             Rp. 25.000.000

Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan yang muncul dalam kertas kerja konsolidasi akan semakin kecil hingga menjadi nol pada akhir pengunaan peralatan.

Sekian dulu teman-teman, terima kasih atas kunjungannya ke blog saya.

Sumber: Materi Pertemuan 10 &11 : Laba atas  transaksi antarperusahaan afiliasi, Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Lanjut 2 & Lab, Dosen Pengampu: Baiq Fitri Arianti S.AB., M.Pd.,

LihatTutupKomentar