Gerakan Lestari Pesisir dan Laut Karimunjawa (GRIPLAK): Kampanye Kolaborasi Dengan Inovasi Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Penyuluhan Langsung Sebagai Strategi Pengembangan Masyarakat Pesisir dan Wisatawan yang Berwawasan Lingkungan di Era Pandemi
Oleh
Hasnidar
A. Latar Belakang
Karimunjawa merupakan kepulauan yang berada di kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tanggal 22 Februari 1999 dengan nama Taman Nasional Karimunjawa. Taman Nasional Karimunjawa terdiri atas sembilan zona, yakni zona inti, rimba, perlindungan bahari, pemanfaatan darat, pemanfaatan wisata bahari, budidaya bahari, rehabilitasi, perikanan tradisional, serta zona religi, budidaya, dan sejarah. Terdapat aturan mengenai aktivitas yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk setiap zona tersebut.
Sebagai kepulauan yang terletak di wilayah utara Pulau Jawa, Karimunjawa memiliki gugusan pulau yang terdiri dari 27 pulau dengan total luas wilayah 111.625 hektar yang terdiri atas daratan pulau dan perairan di sekitarnya. Selain tempat wisata, kepulauan ini juga memiliki kekayaan laut yang melimpah yang menjadi sumber penghidupan ribuan nelayan disana.
Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer pada 28 Oktober 2020 yang diumumkan dalam sidang ke-32 International Coordinating Council (ICC) Man and the Biosphere (MAB) UNESCO tahun 2020. Dengan ditetapkannya sebagai Cagar Biosfer, artinya Karimunjawa menjadi kawasan peningkatan berbagai upaya pelestarian biodiversitas di daerah itu.
Kepulauan Karimunjawa memiliki biodiversitas berbagai jenis terumbu karang, rumput laut, hutan bakau, hutan pantai, padang lamun, dan hutan hujan tropis dataran rendah. Kawasan ini merupakan rumah bagi tiga jenis penyu dan hampir 400 spesies fauna laut, termasuk ratusan jenis ikan hias. Biodiversitas memberikan peranan penting dalam menekan laju pemanasan global.
Kepulauan Karimunjawa terkenal akan keindahan terumbu karangnya dan sejak lama telah menjadi salah satu tujuan wisata populer bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, keindahan itu sekarang terancam oleh aktivitas kapal tugboat dan tongkang pengangkut batu bara. Kapal-kapal tersebut seringkali melakukan penjangkaran di kawasan Karimunjawa. Bukan hanya satu, bahkan tujuh puluh kapal tongkang pernah terparkir di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Adanya kapal tongkang ini dapat merusak terumbu karang. Kerusakan ini tentunya merugikan ekosistem laut dikarenakan hilangnya fungsi terumbu karang sebagai habitat biota laut.
Sebagai salah satu daerah destinasi wisata populer dan diperkirakan akan terus berkembang, Karimunjawa juga mendapatkan ancaman dalam urusan sampah. Sumber sampah di Karimunjawa berasal dari dua faktor yakni sampah domestik yang diproduksi oleh masyarakat sendiri dan sampah yang berasal dari aktivitas pariwisata. Jumlah produksi sampah dari dua sumber tersebut, rata-rata mencapai 5,6 ton setiap harinya. Karimunjawa merupakan kawasan kepulauan yang tidak memiliki landfill (tempat pembuangan sampah). Sehingga, seringkali sampah tersebut berakhir di laut. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai dampak dari membuang sampah sembarangan terutama membuat sampah ke laut.
Sampah plastik, apabila bocor ke laut akan menyebabkan kerusakan terumbu karang. Fungsi krusial terumbu karang selain sebagai habitat biota laut juga berfungsi menyesuaikan kadar karbon dan nitrogen dalam air dan menghasilkan nutrisi yang berperan penting dalam rantai makanan laut. Studi dari Joleah B Lamb (2018) menyebutkan bahwa 89% terumbu karang yang bersentuhan dengan plastik cenderung terjangkit penyakit karena buangan sampah plastik dapat memicu terjadinya kolonisasi mikroba patogen. Akibat jangka panjang yang kemudian potensial terjadi akibat rusaknya terumbu karang adalah timbulnya kepunahan organisme laut yang akan berujung pada penurunan biodiversiti laut. Padahal, biodiversiti sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Berdasarkan pemantauan wilayah perairan Karimunjawa yang dilakukan oleh pakar Ekologi Terumbu Karang Departemen Kelautan Universitas Diponegoro pada November 2019, tingkat kerusakan terumbu karang di Karimunjawa akibat perusakan lingkungan yang dilakukan oleh nelayan nakal, aktivitas kapal tugboat dan kapal tongkang pengangkut batubara serta sampah telah mencapai 26 persen. Sehingga untuk dapat memulihkan hingga 100 persen pada setiap meter persegi kerusakan dibutuhkan waktu sekitar 65 tahun lamanya.
Ekosistem laut khususnya terumbu karang memiliki banyak manfaat bagi kelangsungan hidup makhluk yang berada di bumi. Sama halnya hutan hujan, terumbu karang juga berfungsi sebagai penyeimbang alam lantaran mampu menyerap gas karbon dioksida yang ada di atmosfer. Dengan kemampuan ini, terumbu karang mampu menyelamatkan nyawa manusia dan makhluk hidup lainnya dari bahaya pemanasan global. Bahkan, daya serap terhadap karbon dioksida yang dimiliki terumbu karang bisa lebih tinggi dari hutan yang berada di darat.
Sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap kelestarian lingkungan pesisir dan laut Karimunjawa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan bantuan Pusat Daur Ulang (PDU) sampah yang diharapkan dapat mencegah kebocoran sampah ke laut dan mengurangi sampah plastik hingga 75 persen. PDU ini dapat menampung sampah sebanyak 10 ton per hari. Namun, masyarakat dan wisatawan masih saja kurang sadar akan keberadaan PDU ini. Mereka masih saja membuang sampah sembarangan. Hal ini menunjukkan PDU ini tidak akan menjalankan fungsinya secara efektif, apabila kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan di Karimunjawa belum baik.
Melindungi kelestarian lingkungan pesisir dan laut Karimunjawa sangat penting agar Karimunjawa dapat menjalankan fungsinya sebagai Cagar Biosfer. Melindungi kelestarian lingkungan pesisir dan laut Karimunjawa akan menciptakan lingkungan pesisir dan laut yang berkontribusi besar terhadap penekanan laju pemanasan global serta menjamin tingkat kesejahteraan masyarakat Karimunjawa secara berkelanjutan. Untuk melindungi kelestarian lingkungan pesisir dan laut Karimujawa dibutuhkan peran sumberdaya manusia yang berwawasan lingkungan. Bukan hanya pemerintah dan dinas terkait, tetapi peran serta masyarakat pesisir dan wisatawan yang berwawasan lingkungan sangat dibutuhkan untuk melindungi kelestarian wilayah pesisir dan laut Karimunjawa agar ekosistem yang ada didalamnya dapat terus terlindungi.
Saat ini, di Karimunjawa sebenarnya sudah ada kelompok masyarakat peduli sampah yang digerakkan oleh anak-anak muda. Kemudian sejak tahun 2019, juga telah ada komunitas Pecinta Alam Karimunjawa (PAKar). Kelompok dan komunitas ini telah melaksanakan upaya pelestarian lingkungan pesisir dan laut. Namun, belum efektif karena mereka hanya bergerak sendiri dalam membersihkan sampah di wilayah pesisir. Mereka tidak mengajak masyarakat dan wisatawan untuk ikut aktif berperan melestarikan lingkungan pesisir. Kelompok dan komunitas ini juga belum memanfaatkan teknologi informasi sebagai wadah pengembangan masyarakat yang berwawasan lingkungan. Sehingga, kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut Karimunjawa masih saja terjadi hingga saat ini.
Karimunjawa sempat ditutup karena adanya pandemi covid-19. Namun, akhirnya dibuka kembali dengan penerapan protokol kesehatan sejak tanggal 13 Oktober 2020. Pengembangan masyarakat pesisir dan wisatawan yang berwawasan lingkungan khususnya di era pandemi saat ini membutuhkan inovasi dan kolaborasi dari berbagai pihak. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan masyarakat pesisir dan wisatawan yang berawawasan lingkungan di era pandemi yang memanfaatkan kolaborasi dan inovasi adalah Gerakan Lestari Pesisir dan Laut Karimunjawa (GRIPLAK).
B. Pembahasan
Pelestarian wilayah pesisir dan laut Karimunjawa sangat penting mengingat ekosistem pesisir dan laut Karimunjawa memiliki peranan penting dalam menekan laju pemanasan global terlebih saat ini Karimunjawa telah ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO. Selain itu, sebagai kawasan wisata yang diprediksi akan terus berkembang, keindahan alam pesisir & laut Karimunjawa harus terus dijaga karena wisatawan datang untuk melihat keindahan alam Karimunjawa. Kelestarian wilayah pesisir & laut Karimunjawa secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, yang mendapatkan penghasilan dari sektor pariwisata.
Saat ini, di Karimunjawa yang menjadi isu penting dibidang lingkungan adalah kurangnya kesadaran masyarakat dan wisatawan untuk peduli lingkungan pesisir & laut serta kurangnya pemahaman mereka mengenai pentingnya melindungi lingkungan pesisir dan laut. Mereka masih membuang sampah sembarang yang seringkali berakhir di laut meskipun telah ada PDU yang diberikan oleh KLHK. Selain itu, para nelayan masih ada yang menangkap ikan dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Kapal tugboat dan pengangkut batubara masih saja terparkir di laut Karimunjawa karena tidak adanya sanksi tegas kepada kapal-kapal tersebut.
Hal ini apabila dibiarkan, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir & laut Karimunjawa. Untuk mencegah kerusakan yang lebih luas dan agar wilayah pesisir dan laut dapat terlindungi kelestariannya, maka diperlukan peran serta sumber daya manusia yang berwawasan lingkungan. Sumber daya manusia yang berwawasan lingkungan adalah sumber daya manusia yang tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dalam beraktivitas tetapi juga memikirkan keseimbangan ekosistem yang ada, sehingga aktivitasnya tidak merusak lingkungan.
Strategi yang dapat dilakukan untuk membangun dan mengembangkan sumber daya manusia yang berwawasan lingkungan di era pandemi adalah dengan melakukan kampanye Gerakan Lestari Pesisir & Laut Karimunjawa (GRIPLAK). GRIPLAK merupakan sebuah gerakan yang melibatkan kolaborasi komunitas-komunitas dan kelompok pecinta lingkungan yang sebelumnya telah ada di Karimunjawa untuk mengampanyekan pentingnya melindungi kelestarian wilayah pesisir & laut dan mengampanyekan pentingnya peran serta masyarakat dan wisatawan dalam melestarikan wilayah pesisir & laut Karimunjawa agar tercipta masyarakat dan wisatawan yang berwawasan lingkungan.
Komunitas dan kelompok yang telah tergabung dalam GRIPLAK, sebelumnya akan dibina oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan juga dinas Pariwisata Jepara. DLH dan dinas Pariwisata Jepara akan memberikan materi berupa pengenalan biodiversitas wilayah pesisir & Laut sebagai upaya peningkatan pengetahuan orang-orang yang tergabung dalam GRIPLAK, strategi-strategi efektif dalam mengampanyekan GRIPLAK di era Pandemi Covid-19, dan materi pembinaan lainnya yang bermanfaat bagi tercapainya tujuan GRIPLAK.
Setelah mendapatkan pembinaan, orang-orang yang tergabung dalam gerakan ini akan mengampanyekan GRIPLAK kepada masyarakat Karimunjawa dan juga wistawan melalui dua cara yakni penyuluhan langsung kepada masyarakat dan wisatawan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan juga melalui pemanfaatan teknologi informasi berbasis website dan media sosial.
Kampanye GRIPLAK melalui penyuluhan langsung, dilakukan dengan melakukan aksi nyata pelestarian lingkungan pesisir & laut, dan secara aktif mengawasi aktivitas-aktivitas yang dapat merusak lingkungan pesisir dan laut. Penyuluhan langsung ini juga dilakukan dengan memberikan edukasi secara langsung kepada masyarakat dan wisatawan akan pentingnya melindungi kelestarian wilayah pesisir dan laut. Kegiatan penyuluhan langsung ini tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Kampanye dengan pemanfaatan teknologi informasi berbasis website dilakukan dengan berkolaborasi bersama akademisi bidang IT dalam pembuatan website GRIPLAK. Pemanfaatan teknologi informasi berbasis website dan media sosial menjadi solusi efektif dalam mengedukasi masyarakat ditengah pandemi. Website ini akan dimanfaatkan untuk mengampanyekan GRIPLAK seperti mempublikasikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh GRIPLAK, pentingnya peran serta masyarakat dan wisatawan dalam melindungi kelestarian wilayah pesisir dan laut Karimunjawa, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan wisatawan dalam pelestarian wilayah pesisir & laut Karimunjawa dan konten-konten lainnya yang dapat menciptakan dan mengembangkan masyarakat dan wisatawan yang berwawasan lingkungan, serta sebagai tempat pengumpulan donasi untuk mendukung kegiatan GRIPLAK. Kampanye GRIPLAK melalui media sosial dilakukan dengan memanfaatkan media sosial Instagram, Facebook, maupun Twitter yang diisi dengan konten-konten kreatif mengenai pengembangan masyarakat dan wisatawan yang berwawasan lingkungan.
C. Penutup
Gerakan Lestari Pesisir dan Laut Karimunjawa (GRIPLAK) merupakan strategi pengembangan masyarakat pesisir dan wisatawan yang berwawasan lingkungan. GRIPLAK merupakan inovasi dari kegiatan pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh kelompok dan komunitas pecinta lingkungan Karimunjawa yang telah ada sebelumnya namun pergerakannya belum efektif dalam pelestarian wilayah pesisir dan laut, terlebih di era pandemi saat ini.
GRIPLAK merupakan kampanye kolaborasi yang dilakukan dengan inovasi pemanfaatan teknologi informasi berbasis website dan penyuluhan langsung baik melalui aksi nyata pelestarian lingkungan maupun edukasi kepada masyarakat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan di era pandemi. GRIPLAK dapat menjadi solusi bagi ancaman kerusakan lingkungan dan juga berperan melindungi kelestarian lingkungan pesisir dan laut Karimunjawa karena GRIPLAK dapat membentuk karakter masyarakat dan wisatawan yang berwawasan lingkungan. Masyarakat dan wisatawan yang berwawasan lingkungan artinya masyarakat dan wisatawan yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri dalam beraktivitas, tetapi juga memikirkan keseimbangan ekosistem yang ada sehingga mereka tidak akan merusak lingkungan disekitarnya.


