![Artikel Manajemen Biaya [Kepemimpinan dan Pelatihan Sebagai Variabel Kunci Dalam Menciptakan Dan Mengembangkan Budaya Kualitas dan Tanggung Jawab Organisasi] Artikel Manajemen Biaya [Kepemimpinan dan Pelatihan Sebagai Variabel Kunci Dalam Menciptakan Dan Mengembangkan Budaya Kualitas dan Tanggung Jawab Organisasi]](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCbQlPhFK2XQ9nDKNfSbeJ9I8Yp3zda4p-IiejKMP_JsXaN8iYxYR4hnBto9Sq-M3AFeyK9qNOkPY8CvsPf_b5GtwLENGxcIqHve2kFOauVJUSM0pAufqtS85VLoov2KKEGYwBYAq16iIL/w625-h416/artikel-manajemen-biaya-kepemimpinan-dan-pelatihan-sebagai-variabel-kunci-budaya-tanggung-jawab-dan-budaya-kualitas-di-perusahaan.jpg)
KEPEMIMPINAN DAN PELATIHAN SEBAGAI VARIABEL KUNCI DALAM MENCIPTAKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA KUALITAS DAN TANGGUNG JAWAB ORGANISASI
Hasnidar
Jurusan Akuntansi
Prodi D4-Akuntansi Manajerial
Politeknik Negeri Ujung Pandang
Makassar
Hasnidarnidar01@gmail.com
ABSTRACT
Budaya kualitas dan budaya tanggung jawab merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif di era globalisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor kunci dalam menciptakan budaya kualitas dan budaya tanggung jawab dalam perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran pemimpin dan program pelatihan atau training sebagai salah satu variabel dalam implementasi Total Quality Management merupakan faktor kunci dalam menciptakan dan mengembangkan budaya kualitas dalam sebuah organisasi. Hal ini didasarkan dari beberapa temuan peneliti terdahulu bahwa diantara beberapa variabel implementasi TQM, kepemimpinan dan pelatihan merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap budaya kualitas. Selain itu, peneliti terdahulu juga menemukan bahwa kepemimpinan juga menjadi faktor kunci dalam membentuk atau menciptakan budaya tanggung jawab dalam perusahaan, karena pada dasarnya pemimpin merupakan role modelling bagi karyawan dalam sebuah perusahaan. Oleh karena itu, pemimpin dalam perusahaan harus melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai pemimpin dengan baik. Karena seperti apa perusahaan kedepannya, dan budaya apa yang akan terbentuk dan berkembang dalam perusahaan, tergantung dari pemimpin dari perusahaan tersebut. Dengan diterapkannya budaya kualitas dan budaya tanggung jawab, maka bukan hanya perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya, tetapi perusahaan juga dapat memenangkan persaingan yang begitu ketat di era ini. Maka dari itu pemilihan pimpinan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya, pemilihannya harus melalui prosedur yang ketat agar perusahaan bisa mendapatkan pemimpin yang betul-betul mampu membentuk budaya yang baik dalam perusahaan. Selain itu, program pelatihan juga harus direncanakan dengan sistematis agar karyawan lebih terampil dan dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien.
1. PENDAHULUAN
Pada sebuah perusahaan, budaya memiliki peranan yang penting dan telah menjadi bahan diskusi yang cukup populer pada beberapa tahun belakangan ini. Peran penting sebuah budaya perusahaan tidak lepas dari berbagai manfaatnya bagi perusahaan. Perusahaan dengan budaya yang baik akan lebih mampu menciptakan kondisi yang lebih dinamis dan mendukung perusahaan itu sendiri. Budaya perusahaan memiliki lingkup di sekitaran lingkungan kerja, misi dari perusahaan, harapan, etika, nilai dan tujuan dari perusahaan tersebut. Budaya perusahaan yang baik, pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan termasuk dari segi peningkatan profitabilitas perusahaan.
Berbagai studi telah dilakukan dan membuktikan bahwa berbagai peningkatan pencapaian sebuah perusahaan modern di saat ini dipengaruhi secara signifikan oleh budaya perusahaan. Persaingan yang semakin tajam diera globalisasi ini sebagai akibat dari perubahan selera konsumen, kemajuan teknologi, serta perubahan sosial ekonomi menjadi sebuah aspek yang harus disadari untuk lebih mempertimbangkan dan mengembangkan budaya perusahaan yang kuat serta berkarakter. Di era globalisasi ini, perusahaan bukan hanya menghadapi persaingan produk atau jasa yang dihasilkan dari perusahaan dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
Kualitas, saat ini telah menjadi unsur utama yang berpengaruh dan tidak dapat diabaikan dalam persaingan. Kualitas kini harus menjadi budaya dalam sebuah perusahaan, agar perusahaan dapat bersaing. Agar bisa menjadi budaya, maka diperlukan sebuah sistem yang dapat membentuk kualitas tersebut menjadi budaya dalam sebuah perusahaan. Menurut Susanty dalam Purba dan Rieka (2015: 1) salah satu cara yang dipakai untuk pencapaian dan peningkatan kualitas yaitu dengan menerapkan Total Quality Management (TQM) dalam perusahaan. TQM yang berfokus pada perbaikan kualitas secara berkesinambungan akan mendorong perusahaan dalam memperbaiki posisi persaingan (Meyliana dalam Purba dan Rieka, 2015: 58). Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikam beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan.
Suatu survei di Amerika menyatakan bahwa 307 eksekutif dari 1000 perusahaan Fortune dan 308 dari perusahaan yang lebih kecil menyatakan bahwa langkah pemecahan masalah yang diterapkan TQM (Total Quality Management) sangatlah penting. Teknik ini dapat merubah motivasi karyawan, merubah budaya perusahaan, dan memberikan pendidikan kepada karyawan untuk menangani suatu proses dan peralatan dengan lebih baik. Survei tersebut juga memperlihatkan bahwa para pekerja suatu perusahaan yang menerapkan suatu kinerja berdasarkan TQM dapat sangat menyenangkan dan meningkatkan produktifitas mereka.
Berhasilnya penerapan TQM dalam sebuah perusahaan pada akhirnya akan menjadikan kualitas dalam perusahaan atau dengan kata lain akan menciptakan sebuah budaya kualitas dalam perusahaan tersebut. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah mengkaji hubungan penerapan TQM dengan budaya kualitas. Untuk mempermudah mengembangkan budaya kualitas setelah budaya tersebut diciptakan maka diperlukan pula yang namanya budaya tanggung jawab untuk menjaga budaya kualitas tersebut.
Kemampuan atau kecakapan pemimpin merupakan tulang punggung organisasi, mereka membuat perubahan, memajukan dan mendorong organisasi untuk mencapai hasil semaksimal mungkin. Pemimpin menjadi kunci penting dalam menciptakan dan mengembangkan budaya kualitas dan budaya tanggung jawab yang dapat menunjang pencapaian visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan. Budaya perusahaan tersebut dapat tercipta dan terlaksana dengan baik, apabila pemimpin mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan perannya, artinya bahwa peranan pemimpin dapat mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan bawahan supaya perilaku anggota sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan yang akan berdampak terbentuknya budaya organisasi. Selain itu, pelatihan juga menjadi poin kunci dalam sebuah perusahaan, karena dengan pelatihan maka orang-orang yang ada dalam perusahaan akan lebih terampil dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaanya, dan dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien.
2. TINJAUAN LITERATUR
2.1 Budaya Organisasi
Budaya berkaitan dengan kebiasaan seseorang dalam melakukan sesuatu. Budaya sendiri berasal dari bahasa sansekerta dari kata dasar Budhi dan Daya yang berarti mendayagunakan akal pikiran. Selanjutnya Rita (dalam Adawiyah, 2013: 4) merumuskan bahwa budaya merupakan suatu pola dan mekanisme sosial yang dijalankan oleh suatu organisasi untuk mengurus anggotanya dan dapat dijadikan dasar yang tegas untuk menggerakkan anggotanya dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Budaya adalah bagaimana pola pikir kita terhadap lingkungan untuk mencapai keberhasilan seperti kecenderungan organisasi dalam berperilaku, identitas, pola hubungan yang dinamis, realitas, atau kode genetik (Schneider dalam Adawiyah, 2013: 4).
Menurut Robbins (dalam Sari, 2013: 16) budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lainnya. Definisi lain menurut Kreitner dan Kinicik (dalam Sari, 2013:16) budaya organisasi adalah suatu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
Budaya mengandung berbagai aspek pokok (Bounds dalam Adawiyah, 2013: 4) seperti: Budaya merupakan konstruksi sosial unsur-unsur budaya, seperti nilai-nilai, keyakinan dan pemahaman yang dianut oleh semua anggota kelompok; budaya memberikan tuntunan bagi para anggotanya dalam memahami suatu kejadian; budaya berisi kebiasaan atau tradisi; dalam suatu budaya, pola nilai-nilai, keyakinan, harapan, pemahaman dan perilaku timbul dan berkembang sepanjang waktu; budaya mengarahkan perilaku atau kebiasaan atau tradisi yang merupakan perekat yang mempersatukan organisasi dan menjamin bahwa para anggotanya berperilaku sesuai dengan norma; setiap budaya masing-masing organisasi bersifat unik.
Budaya menjalankan sejumlah fungsi didalam organisasi. Pertama budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang dan terakhir budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Budaya organisasi berpengaruh pada perilaku anggota atau individu serta kelompok didalam suatu organisasi. Budaya organisasi yang ada didalam organisasi bisa kuat dan bisa juga lemah. Budaya dikatakan kuat, apabila nilai-nilai, sikap, dan kepercayaan bersama tersebut dipahami serta dianut dengan teguh dan komitemen tinggi. Sebaliknya, budaya organisai lemah tercermin pada kurangnya komitemn terhadap nilai-nilai kepercayaan dan sikap-sikap bersama yang biasanya dilakukan atau disepakati (Sucipto dalam Dosen Pendidika 2, 2020). Pentingnya budaya dalam mendukung keberhasilan satuan kerja menurut (Newstrom dan Davis dalam Adawiyah, 2013:4) adalah budaya menjadi bagian terpenting karena dapat memberikan identitas pelaksana organisasi, budaya juga sebagai sumber stabilitas serta kontinuitas organisasi yang memberikan rasa aman bagi pelaksana organisasi dan yang lebih penting adalah budaya membantu merangsang pelaksana organisasi untuk antusias dalam tugasnya.
2.2 Budaya Kualitas
Pada saat melakukan upaya perbaikan kualitas sangat erat hubungannya dengan budaya kualitas. Budaya kualitas atau disebut juga budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus menerus (Goetsch dan Davis dalam Wattimena, 2019). Tujuan dari budaya mutu adalah untuk membentuk suatu lingkungan organisasi yang memiliki sistem nilai, tradisi, dan aturan-aturan yang mendukung untuk mencapai perbaikan mutu secara terus menerus.
2.3 Budaya Tanggung Jawab
Untuk dapat mempertahankan budaya kualitas, maka dibutuhkan budaya tanggung jawab yang harus diterapkan oleh setiap pihak dalam sebuah perusahaan. Menurut Zakky (2020) Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Membentuk budaya tanggung jawab di perusahaan tidak semudah yang dibayangkan. Tidak semua orang dalam perusahaan merasa perlu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Sebagian karyawan yang bekerja hanya untuk menunggu gaji diakhir bulan hanya akan mengeluarkan upaya seadanya dalam bekerja. Bagi mereka, yang penting pekerjaan selesai sesuai tenggat waktu yang ditetapkan, tanpa memikirkan kualitas.
2.4 Total Quality Management
Tuntutan konsumen atas kualitas produk/jasa dengan harga yang bersaing semakin meningkat. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, perusahaan melakukan peningkatan kualitas dan pengelolaannya dengan cara menerapkan Total Quality Management. Pengimplementasian TQM yang terus menerus mewujudkan tingkat kualitas yang dapat meningkatkan daya saing. Kualitas adalah kunci untuk berkompetisi di tengah persaingan yang semakin kompetitif.
Menurut Evans dan Lindsay (dalam Adawiyah, 2013: 3) TQM adalah usaha terintegrasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan melakukan perbaikan secara berkesinambungan pada setiap aspek/ aktivitas organisasi. Sementara ISO dalam Adawiyah (2013: 3) secara resmi mendefinisikan TQM sebagai suatu cara untuk mengatur organisasi agar melakukan perbaikan berkesinambungan serta kerjasama antar seluruh elemen organisasi untuk peningkatan kualitas sehingga pelanggan puas, adanya keuntungan jangka panjang, mendatangkan manfaat bagi seluruh anggota organisasi.
Implementasi TQM dapat merubah orientasi budaya suatu organisasi menuju budaya kualitas yang merupakan salah satu indikator keberhasilan implementasi TQM dan pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing organisasi (Fransisk, 2017: 470). Dilain pihak menurut Hardjosoedarmo (2004), dalam hal kualitas, apabila organisasi hanya mencapai wujud nyata saja (level pertama), maka yang diperoleh hanyalah “cosmetic quality” saja. Untuk mencapai internalisasi kualitas maka organisasi perlu bertumpu pada level ketiga yaitu asumsi dasar (Basic Assumption).
Kajian teoritis dan empiris menunjukkan bahwa ada beberapa persamaan maupun perbedaan diantara faktor-faktor kritis TQM yang mempengaruhi keberhasilan implementasi TQM yang telah dikemukakan oleh beberapa pakar maupun peneliti terdahulu, tetapi secara substansial dapat ditarik benang merahnya. Modifikasi model Huarng dan Yao, Jabnoun dan Sedrani, dan Srismith dalam Hartini (2018: 131) menghasilkan tujuh variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi TQM yang digunakan dalam penelitiannya yaitu: fokus pada konsumen, perbaikan berkelanjutan, komitmen manajemen, pelatihan, pemberdayaan karyawan, perbandingan kinerja, dan penggunaan piranti statistik. Dari kajian teoritis dan empiris sebelumnya juga diketahui bahwa diantara ke tujuh variabel implementasi TQM tersebut secara umum yang berpengaruh dominan terhadap keberhasilan implementasi TQM adalah variabel komitmen manajemen sebagaimana pendapat beberapa pakar kualitas, antara lain: Hashmi (2004), Curkovic dan Landeros (2000), dan Paskard (1995), juga didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh: Dayton (2003), Baidoun (2003), Munizu (2003), dan Metri (2005).
Faktor-faktor keberhasilan TQM dapat dikategorikan kedalam tujuh area yaitu kepemimpinan, perencanaan strategis, orientasi pada pelanggan, informasi dan analisis, manajemen sumber daya manusia (HRM), manajemen proses dan manajemen pemasok (Sila dan Ebrahimpour dalam Adawiyah, 2013: 3). Kriteria tersebut sesuai dengan Malcolm Baldrige National Quality Award.
2.5 Pemimpin
2.5.1 Definisi Pemimpin
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama- sama melakukan aktivitas - aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartono dalam Trioctavia dkk, 2016: 152). Sedangkan menurut Matondang ( dalam Trioctavia dkk, 2016: 152) Pemimpin yaitu seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai yang diinginkan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan dalam mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan anggotanya untuk melakukan usaha bersama ke arah pencapaian tujuan organisasi.
Seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya, harus selalu berpikir kreatif dan penuh dengan ide-ide baru. Pemimpin harus mengomunikasikan ide tersebut kepada anggotanya dan mempengaruhi anggota untuk dapat menerima ide tersebut dan melaksanakannya sesuai dengan perilaku organisasi yang diinginkan oleh pemimpin sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.
2.5.2 Fungsi Pemimpin
Fungsi seorang pemimpin menurut Kartono (dalam Trioktavia dkk, 2016: 152) adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi–motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi atau pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi pemimpin yaitu mengkoordinasikan anggota yang dipimpinnya agar rencana yang telah diketahui dapat dicapai dengan baik. Namun lebih jauh dari itu yang terpenting adalah adanya kesiapan dan kekuatan serta sikap mental yang baik sehingga bisa memimpin secara adil dan bijaksana.
2.5.3 Peranan Pemimpin
Mintzberg dalam Trioctavia, dkk (2016: 152-153) mengemukakan tiga peran utama yang dimainkan oleh setiap pimpinan dimanapun hirarkinya. Dari tiga peran utama kemudian diperinci menjadi sepuluh peranan lainnya yaitu:
a) Peranan hubungan antarpribadi (Interpersonal Role)
- Peranan sebagai figurehead, yakni suatu peranan di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara normal.
- Peranan seagai pemimpin (leader), dalam peranan ini pemimpin melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya diantaranya memimpin, memotivasi, mengembangkan, dan mengendalikan.
- Peranan sebagai pejabat perantara (liaison manager), di sini pimpinan yang berintegrasi dengan teman sejawat, staf, dan orang lain yang berada di luar organisasinya, untuk mendapat informasi yang diperlukan.
b) Peranan yang berhubungan dengan informasi (Informational Role)
Peranan ini meletakkan pimpinan pada posisi yang unik dalam mendapatkan informasi. Pemimpin mencari informasi di luar lingkungan dan sebagai pusat informasi bagi organisasinya. Peranan ini terdiri dari peranan-peranan sebagai berikut:
- Peranan sebagai monitor, peranan ini mengidentifikasi seorang pemimpin sebagai penerima dan pengumpul informasi, supaya pemimpin mampu untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya, dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya.
- Peranan sebagai disseminator, peranan ini melibatkan pemimpin untuk menangani proses transmisi dari informasi – informasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya.
- Peranan sebagai juru bicara (spokesman), peranan ini dimainkan pemimpin untuk menyampaikan informasi ke luar lingkungan organisasinya. Bedanya dengan disseminator ialah spokesman ini memberikan informasi ke luar lingkungan, sebaliknya dengan disseminator memberikan informasi ke dalam lingkungan organisasi.
c) Peranan pembuat keputusan (Decisional Role)
Peranan ini membuat pemimpin harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Proses pembuatan strategi ini secara sederhana dinamakan sebagai suatu proses yang menjadikan keputusan-keputusan organisasi dibuat secara signifikan dan berhubungan. Ada empat peranan yang dikelompokkan ke dalam pembuatan keputusan adalah sebagai berikut:
- Peranan sebagai entrepreneur, dalam peranan ini pemimpin bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang dari banyak perusahaan- perusahaan yang terkendali dalam organisasi.
- Peranan sebagai penghalau gangguan (disturbance handler), peranan ini membawa pemimpin untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, misalnya akan dibubarkan, terkena gosip, isu- isu kurang baik, dan sebagainya.
- Peranan sebagai pembagi sumber (resource allocator), di sini pemimpin diminta memainkan peranan untuk memutuskan ke mana sumber dana akan didistribusikan ke bagian- bagian dari organisasinya.
- Peranan sebagai negosiator, peranan ini meminta kepada pemimpin untuk aktif berpartisipasi dalam arena negosiasi.
2.5.4 Peranan Pemimpin dalam Menciptakan dan Mengembangkan Budaya Kualitas dan Tanggung Jawab
Budaya kualitas dan tanggung jawab dapat tercipta dan terlaksana dengan baik, apabila pemimpin mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan peranannya, artinya bahwa peranan pemimpin dapat mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan bawahannya supaya perilaku bawahan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan akan membantu terbentuknya budaya organisasi tersebut. Dalam menciptakan dan mengembangkan budaya organisasi seorang pemimpin harus mempunyai nilai dan kepercayaan yang jelas dan kuat tentang organisasi yang diinginkan. Pemimpin memiliki kontribusi sebagai pencipta dan membentuk budaya organisasi, karena memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk melakukannya. Selain itu, pemimpin memiliki visi dan misi, kemudian memberikan contoh dan menyebarkannya yang kemudian diikuti oleh bawahannya. Hubungan yang saling terbuka dan percaya merupakan hal yang mendukung penyebaran nilai-nilai dan norma yang ada dalam budaya organisasi.
Peranan pemimpin dalam mengembangkan budaya organisasi tercermin pada integrasi satu sama lain dengan menggunakan bahasa dan tata cara yang berlaku, adanya norma- norma yang berlaku seperti standar dan ketentuan perilaku, termasuk petunjuk tentang pekerjaan yang harus dilaksanakan, nilai-nilai penting yang hendak ditanamkan, dibangun, dan diresapi bersama oleh segenap anggota. Misalnya kualitas pelayanan, efesiensi, dan lain-lain, adanya filsafat tentang kebijakan-kebijakan yang mencerminkan kepercayaan organisasi tentang bagaimana memperlakukan pegawai dan pelanggan, peraturan-peraturan tentang petunjuk bagaimana bergaul dengan organisasinya, serta iklim organisasi yang memuat tentang cara berinteraksi antar anggota, dan pola bertindak terhadap orang luar. Budaya organisasi memberikan anggota organisasi cara-cara atau pola berperilaku, berpikir serta menuntut para anggota organisasi dalam mengambil keputusan. Apabila pemimpin membentuk budaya, maka mereka tidak membentuknya berdasarkan pilihan sendiri, melainkan melalui interaksi terus – menerus dengan anggota organisasi yang lain. Ini berarti seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan komunikasi strategis dan dasar power yang kuat (Kertahadi dalam Trioctavia, 2016: 154).
2.6 Pelatihan
2.6.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakan peroses membantu para tenaga kerja untuk memperoleh afektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak (Sastrohardiwiryo dalam Novi, 2016: 10).
Sedangkan menurut Rivai (dalam Novi, 2016: 10) pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan definisi diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa pelatihan suatu proses yang sistematis yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk membantu karyawan dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapannya agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
2.6.2 Tujuan Pelatihan
Menurut Mangkunegara (dalam Novi, 2016: 10) tujuan pelatihan, antara lain:
1) Meningkatkan pengahayatan jiwa dan ideologi.
2) Meningkatkan produktivitas kerja.
3) Meningkatkan kualitas kerja.
4) Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
5) Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja.
6) Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
Pada prinsipnya tujuan pelatihan karayawan menurut Sedarmayanti (dalam Novi, 2016: 11), adalah:
1) Menambah pengetahuan.
2) Menambah keterampilan.
3) Merubah sikap.
2.6.3 Manfaat Pelatihan
Menurut Sastrohardiwiryo (dalam Novi, 2016: 11), manfaat dan dampak yang diharapkan dari penyelanggaraan pelatihan adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan keahlian kerja.
2) Pengaurangan keterlambtan kerja,kemangkiran, serta perpindahan tenaga kerja.
3) Pengurangan timbulnya kecelakaan dalam bekerja,kerusakan, dan peningkaan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.
4) Peningkaan produktivitas kerja.
5) Peningkatan kecakapan kerja.
6) Peningkatan ras tanggung jawab.
3. PEMBAHASAN
Untuk menciptakan budaya kualitas, maka diperlukan sebuah sistem yang dapat membentuk kualitas tersebut menjadi budaya dalam sebuah perusahaan. Salah satu cara yang dipakai untuk pencapaian dan peningkatan kualitas yaitu dengan menerapkan Total Quality Management (TQM) dalam perusahaan. Keberhasilan implementasi TQM, ditandai dengan terbentuknya budaya kualitas dalam perusahaan tersebut. Keberhasilan implementasi TQM dipengaruhi oleh beberapa hal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Hartini yang berjudul “Implementasi Total Quality Management (TQM) Melalui Budaya Kualitas” menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel dalam implementasi Total Quality Management yang terdiri dari: fokus pada konsumen, perbaikan berkelanjutan, komitmen manajemen, pelatihan, pemberdayaan karyawan, perbandingan kinerja, terhadap budaya kualitas. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel dalam implementasi Total Quality Management yang terdiri dari: fokus pada konsumen, komitmen manajemen, pelatihan, pemberdayaan karyawan secara parsial terhadap variabel budaya kualitas, sedangkan variabel perbaikan berkelanjutan dan perbandingan kinerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel budaya kualitas. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa Variabel pelatihan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap variabel budaya kualitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiwiek Rabiatul Adawiyah yang berjudul “Hubungan Antara Total Quality Management Terhadap Budaya Kualitas Di Bidang Pendidikan” menemukan bahwa budaya kualitas, di pengaruhi oleh kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pada pelanggan, pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan, fokus staff, manajemen proses, dan hasil kinerja organisasi. Berdasarkan uji elastisitas variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh dominan terhadap budaya kualitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robert Fransiska yang berjudul “Implementasi Total Quality Management Terhadap Budaya Kualitas” menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel dalam implementasi Total Quality Management yang terdiri dari: fokus pada konsumen komitmen manajemen, pelatihan, pemberdayaan karyawan, dan penggunaan piranti statistik secara parsial terhadap variabel budaya kualitas, sedangkan variabel perbaikan berkelanjutan dan perbandingan kinerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel budaya kualitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maria Soraya Purba, RR. Rieka F. Hutami yang berjudul “Pengaruh Total Quality Management Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Kepemimpinan Dan Budaya Kualitas Sebagai Variabel Intervening” menemukan bahwa Total Quality Management mempengaruhi budaya kualitas sebesar 96.9 %. Besarnya koefisien parameter dari pengaruh TQM terhadap budaya kualitas sebesar 0.984 yang mana terdapat pengaruh positif dan signifikan. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa Total Quality Management mempengaruhi kepemimpinan sebesar 98.6 %. Besarnya koefisien parameter dari pengaruh TQM terhadap kepemimpinan sebesar 0.993 yang mana terdapat pengaruh positif dan signifikan. Selain itu, kepemimpinan mempengaruh kinerja perusahaan sebesar 90 %. Besarnya koefisien parameter dari pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja perusahaan sebesar 0.949 yang mana terdapat pengaruh positif dan signifikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ade Dyah Haryani, dkk yang berjudul “Total Quality Management (TQM), Biaya Kualitas Dan Kualitas Produk Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Budaya Kualitas Sebagai Variabel Moderasi” menyarankan bahwa Untuk mencapai kinerja perusahaan yang memuaskan, sebaiknya perusahaan dapat menerapkan TQM dengan baik dan konsisten. Karena penerapan TQM dapat mewujudkan budaya kualitas di lingkungan perusahaan sehingga biaya kualitas dapat di tekan dan kualitas produk yang diharapkan perusahaan dan konsumen tercapai.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jayanti Trioctavia, dkk yang berjudul “Peranan Pemimpin Dalam Mengembangkan Budaya Organisasi (Studi Kasus Pada Pt. Asuransi Jiwasraya (Persero) Malang Regional Office)” menyimpulkan bahwa Peranan pemimpin dalam mengembangkan budaya organisasi terletak pada komunikasinya dan sebagai role modelling. Role modelling menjadi faktor utama dalam menentukan budaya organisasi. Pemimpin bukanlah sebuah tugas yang ringan, dituntut kesiapan mental yang luar biasa, seorang pemimpin dituntut untuk mampu memberikan contoh yang baik kepada bawahannya. Karena apa yang dikerjakan pemimpin maka akan ditiru oleh anak buahnya. Dan jika hal itu negatif maka akan berpengaruh sangat buruk terhadap budaya organisasi yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja dari organisasi tersebut.
Hasil penelitian diatas, mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa berhasilnya implementasi TQM akan membentuk budaya kualitas dalam perusahaan. Kepemimpinan dan pelatihan sebagai salah satu variabel implementasi TQM merupakan kunci utama membentuk budaya kualitas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas. Hasil Penelitian diatas menemukan bahwa kepemimpinan dan pelatihan merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap budaya kualitas. Kepemimpinan, selain menjadi kunci utama dalam menciptakan dan mempertahakan budaya kualitas, kepemimpinan juga menjadi faktor kunci dalam membangun budaya tanggung jawab dalam perusahaan. Karena Pemimpin merupakan role modelling bagi bawahannya dan menjadi faktor utama dalam menentukan budaya perusahaan.
4. KESIMPULAN
Budaya kualitas merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh sebuah perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif di era globalisasi ini. Budaya kualitas hanya bisa terbentuk, jika perusahaan menerapkan sebuah sistem yang dapat menjadikan kualitas menjadi sebuah culture dalam perusahaan.
TQM menjadi pilihan tepat bagi pimpinan perusahaan yang ingin membentuk budaya kualitas dalam perusahaannya. Pasalnya, keberhasilan implementasi TQM akan membentuk budaya kualitas dalam perusahaan tersebut. Peran pemimpin dan program pelatihan atau training sebagai salah satu variabel dalam implementasi Total Quality Management merupakan faktor kunci dalam menciptakan dan mengembangkan budaya kualitas dalam sebuah organisasi. Hal ini didasarkan dari temuan penelitian dari beberapa peneliti terdahulu bahwa diantara beberapa variabel implementasi TQM kepemimpinan dan pelatihan merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap budaya kualitas. Selain itu, peneliti terdahulu juga telah menemukan bahwa peran pemimpin sangat penting dalam mengembangkan budaya perusahaan. Karena pemimpin merupakan role modelling dalam sebuah perusahaan.
Agar kualitas dapat dengan mudah terbentuk dan dapat menjadi budaya dalam perusahaan, maka budaya tanggung jawab sangat penting untuk juga di tanamkan dalam perusahaan. Oleh karena itu, pemimpin dalam perusahaan harus melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai pemimpin dalam sebuah perusahaan. Karena seperti apa perusahaan kedepannya, dan budaya apa yang akan terbentuk dan berkembang dalam perusahaan, tergantung dari pemimpin dari perusahaan tersebut.
Dengan diterapkannya budaya kualitas dan budaya tanggung jawab, maka bukan hanya perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya, tetapi perusahaan juga dapat memenangkan persaingan yang begitu ketat di era ini. Maka dari itu pemilihan pimpinan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya dan pemilihannya harus melalui ujian yang ketat agar perusahaan bisa mendapatkan pemimpin yang betul-betul mampu membentuk budaya yang baik dalam perusahaan dan mampu memotivasi semua karyawannya dalam bekerja melalui gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Selain itu, program pelatihan juga harus direncanakan dengan sistematis agar karyawan lebih terampil dan dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien.
5. DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, Wiwiek Rabiatul. 2013. Hubungan Antara Total Quality Management Terhadap Budaya Kualitas Di Bidang Pendidikan. Journal & Proceeding FEB UNSOED, (Online), 13(1), (http://jp.feb.unsoed.ac.id), diakses 01 Juli 2020
Dosen Pendidikan. 2020. Budaya Organisasi. https://www.dosenpendidik.co.id. Diakses 09 Juli 2020
Febrianti, Anindya dkk. 2014. Analisis Pengaruh Budaya Kualitas Perusahaan Terhadap Keberhasilan Implementasi Total Quality Management Menggunakan Metode Structural Equation Modelling (Sem) (Studi Kasus Di Pt Boma Bisma Indra (Persero)). Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistemn Industri, (Online), 2(2), (http://jrmsi.studentjournal.ub.ac.id), diakses 01 Juli 2020
Fransiska, Robert. 2017. Implementasi Total Quality Management Terhadap Budaya Kualitas. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora (Online), 3(2), (https://ojs.uniska-bjm.ac.id), diakses 09 Juli 2020
Hartini, Sri. 2018. Implementasi Total Quality Management (TQM) Melalui Budaya Kualitas. Jurnal Komunikasi Bisnis dan Manajemen (Online), 5(2), (https://ojs.uniska-bjm.ac.id), diakses 01 Juli 2020
Kading, Meylani Selvi dkk. 2018. Implementasi Total Quality Management Terhadap Kualitas Produk Pada Pt. Tri Mustika Cocominaesa Amurang. Jurnal Jurnal Riset Akuntansi Going Concern (Online) 13(4): 94-101, (https://ejournal.unsrat.ac.id), diakses 02 Juli 2020
Novi. 2016. BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pelatihan. https://eprints.polsri.ac.id. Diakses 09 Juli 2020
Purba, Maria Soraya. 2015. Pengaruh Total Quality Management Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Kepemimpinan Dan Budaya Kualitas Sebagai Variabel Intervening. Jurnal eProc (Online), (https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id), diakses 09 Juli 2020
Rachman, Taufiqur. 2016. Budaya Mutu. (http://taufiqurrahman.weblog.esaunggul.ac.id), diakses 01 Juli 2020
Sari. 2013. 16 BAB II KAJIAN TEORI A.Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya. (https://etheses.uin-malang.ac.id), diakses 09 Juli 2020
Trioktavia, Jayanti dkk. 2016. Peranan Pemimpin Dalam Mengembangkan Budaya Organisasi (Studi Kasus Pada Pt. Asuransi Jiwasraya (Persero) Malang Regional Office). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) (Online), 40(1: 150-159), (https://administrasibisnis.studentjournal.ac.id), diakses 09 Juli 2020
Wattimena, Owen. 2019. Budaya Kualitas Dalam Perusahaan. https://wentoxwtt.blogspot.com. Diakses 09 Juli 2020
Zakky. 2020. Pengertian Tanggung Jawab Menurut Ahli dan Secara Umum. https://www.zonareferensi.com. Diakses 09 Juli 2020
